Laskar Pelangi PKS


Izinkan saya bercerita tentang perkenalan saya dengan sebuah partai beraliran religi yang baru lahir kala itu.

Saya tinggal di desa kecil di pedalaman Kaltim. Saat itu, saya masih duduk dibangku SMP kelas 1. Saya sangat suka membaca, sayang desa kami tergolong desa tertinggal sehingga tak banyak buku yang bisa dibaca. Tapi saya masih bersyukur karena lembaran koran bekas yang digunakan untuk membungkus kue bisa menjadi alternatif bacaan yang menyenangkan, mungkin jika dimirip-miripkan maka tak jauh beda seperti kisah Lintang dalam Film Laskar Pelangi, yang gemar membaca meski hanya dari koran-koran bekas.

Menjelang pergelaran Pemilu 1999, berbagai atribut partai terpampang, partai-partai itu kemudian berkampanye ria hingga ke pelosok negeri. Desaku juga tak luput dari kedatangan mereka. Masyarakat desa yang lugu tak menyimak apa yang mereka orasikan, mereka hanya menanti hadiah doorprize atau uang yang dihamburkan ke tengah lapangan serta hiburan dari band-band dangdut yang sengaja dibawa oleh partai-partai itu untuk memikat masyarakat agar hadir ke lapangan kampanye. Memang musik dangdut sungguh luar biasa, mampu menyihir masyarakat menggoyangkan pinggulnya, minimal kedua jari jempol tangannya.

Saya pun tak mau ketinggalan ikut menyaksikan hiburan yang sangat jarang tersebut, meski hanya memantau dari kejauhan, maklum saya tergolong anak yang pemalu. Apalagi artis yang tampil di atas panggung mengenakan pakaian seksi, sehingga saya merasa tidak pantas untuk melihatnya lebih dekat. 

Di tengah keramaian, fokus saya tertuju pada koran-koran bekas yang berhamburan di pinggir lapangan, koran-koran yang dibagikan oleh tim sukses partai untuk dijadikan alas duduk atau untuk melindungi dari sengatan terik matahari. Awalnya saya hanya memungut selembar koran yang terpisah dari halaman-halaman lainnya, saya tertarik dengan gambar Michael Owen yang terpampang di lembaran koran itu, Owen adalah salah satu striker idola saya. Begitu asyik membaca berita tentang Owen, membuat saya terhanyut dan melupakan keramaian kampanye, rasa malu itu tiba-tiba lenyap, satu persatu koran bekas itu saya pungut, bahkan yang terkoyak sekalipun tetap saya kumpulkan, sambil bergumam dalam hati, hari-hari saya akan menyenangkan karena akan banyak bacaan, paling tidak untuk seminggu kedepan.

Koran yang telah terkumpul cukup banyak, saya membawanya ke tepi lapangan, di bawah pohon kakau (pohon cokelat) yang rindang yang mengelilingi lapangan yang saat itu digunakan untuk berkampanye, saya rapikan satu persatu koran-koran itu, sembari membaca judul-judul tulisan yang bercetak tebal. Hingga sampailah pada sebuah tulisan “Naik Sepeda Ontel untuk Berdakwah”, begitu kira-kira redaksi judul salah satu tulisan yang ada dikoran itu. Saya langsung membaca isi dari judul tulisan itu, saya terkesima dan terharu dengan perjuangan seorang bapak paruh baya yang mendatangi daerah-daerah untuk mengisi pengajian dengan menggunakan sepeda ontel, disebutkan bahwa beliau aktif pada sebuah partai bernama Partai Keadilan. Sebuah partai beraliran Islam yang baru lahir kala itu.

Meskipun tidak terlalu banyak tahu tentang politik, tapi setidaknya saya menyimak bagaimana partai besar yang ada pada saat itu hanya mengumbar janji, begitu mereka terpilih, mereka tidak pernah muncul lagi sampai pada kampanye berikutnya. Ada sedikit asa yang kemudian hadir dari sepenggal tulisan itu. Sambil bergumam dan berdoa dalam hati, semoga bapak yang baik hati itu mendapatkan pahala yang banyak dari Allah SWT atas perjuangannya menyebarkan dan mengajarkan Islam.

Hampir lima belas tahun berselang, meski sudah tidak bersemangat seperti dulu lagi, saya tetap suka membaca, kini saya yang kewalahan, karena waktu dan kesempatan yang tersedia terlalu sedikit untuk menyimak ribuan tulisan yang ada, baik di media cetak maupun elektronik.

Alhamdulillah, saya bersyukur, karena Allah SWT memperkenankan saya mengenal lebih dekat Partai Keadilan yang saat ini berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Ternyata tulisan yang saya baca belasan tahun lalu bukan tulisan biasa yang hanya menceritakan kisah heroik belaka. Karena kenyataannya, saya banyak menemukan sosok seperti itu di Partai Keadilan Sejahtera. Para kadernya luar biasa terjaga, siap menjaga dan siap bekerja. Selalu terdepan memberikan bantuan kepada masyarakat ditengah keterbatasan mereka, tak jarang uang simpanan pribadi dikeluarkan untuk membantu yang membutuhkan.

Subhanallah, mereka bekerja bukan untuk tahta dan jabatan, mereka bekerja dengan hati dan hanya berharap ridho Ilahi. Semoga Allah istiqomahkan hati dan langkah mereka. Jika saat ini mereka memiliki slogan “PKS 3 Besar”, semoga Allah mudahkan mereka mencapainya. Karena saya yakin kerja ikhlas mereka untuk negeri ini akan mendapat tempat dihati masyarakat Indonesia. Sehingga tak perlulah menghalalkan segala cara jika hanya untuk memenangkan pemilu. Kalaupun pada akhirnya PKS kalah, itu artinya Allah masih ingin melihat PKS lebih giat lagi bekerja, kalaupun pada akhirnya PKS mencapai targetnya itu semata-mata karena pertolongan Allah yang membuka hati masyarakat Indonesia untuk mendukung perjuangan dakwah ini. []


Erwin Abbas
Kutai Timur

0 Response to "Laskar Pelangi PKS"

Posting Komentar