Bahagia Menyambut Ramadhan

Ada sebagian kamu muslimin yang merasa sempit hati saat bertemu ramadhan. Alasannya beragam, mulai dari harga - harga kebutuhan pokok yang meroket, penyiapan THR untuk para karyawan hingga uang RT yang harus dikembalikan kepada warga. He..9x.

Tapi apapun yang terjadi, kita harus berbagahagia menyambut ramadhan. Sebuah dalil dari kitab Durratun Nashihin yang masyhur dikalangan muballigh, yakni “Man fariha bi dukhuli ramadhaana harramallaahu jasadahu ’alan niiraan”. Beberapa kalangan memang ada yang mempermasalahkan hadits itu. Jika membahas tentang hal itu bisa panjang lebar dan luas. Tapi terlepas dari hadits itu, kita tetap harus bergembira dan suka cita menyambut ramadhan. Mengapa?

Pertama, Dikabulkannya Doa
Sejak ramadhan tahun lalu berakhir, kita sudah memohon kepada Allah agar tahun depan bisa dipertemukan lagi dengan bulan ramadhan. Kita berdoa demikian karena merasa banyak amal yang tidak sempurna, banyak cacat dan kekurangan disana - sini serta ada target - target yang tidak bisa dipenuhi. Dengan tekad yang kuat, kita ingin bisa menebusnya dan memperbaiki amalan ramadhan tahun depan.

Masuk bulan rajab, kita sudah berdoa “Allahumma bariklana fi rajaba, wa sya’bana wa ballighna ramadhaan”. Di bulan rajab saja, kita sudah mulai merasakan atmosfir kedatangan bulan ramadhan. Pertengahan sya’ban (nisfu sya’ban) suasana semakin terasa dengan banyak kegiatan bersih - bersih masjid, silaturahim dan saling merelakan kesalahan dengan sesama, membuat jadwal tarawih dan qultum dll.

Disaat kita merasa bahwa doa kita semakin dekat untuk dikabulkan, ternyata ada saudara, tetangga dan handai tolan yang dipanggil Allah. Mungkin karena sakit, kecelakaan atau sebab lain. Ada harap - harap cemas, apakah usia kita akan sampai ke ramadhan. Karena itu, berbahagialah bagi kaum muslimin yang bisa bertemu dengan ramadhan. Karena berarti doa kita setahun yang lalu dikabulkan Allah.

Kedua, Panen Pahala
Ramadhan itu bulan panen, khususnya panen pahala. Saat panen, kesibukan meningkat. Pada hari biasa, pak tani mungkin berangkat ke sawah dan ladang jam 7.30 dan pulang jam 16.00. Tapi saat panen, bisa jadi berangkat saat gelap (ba’da shubuh) dan belum pulang ke rumah meski langit sudah gelap (larut malam). Meski capek dan lelah, namun semua dijalani dengan gembira. Bahkan kadang dijalani sambil berdendang dan mengajak seluruh keluarganya ke sawah dan ladang untuk membantunya memanen. Inilah suasana yang tergambar saat musim panen.

Demikian pula dengan kita. Ramadhan adalah masa panen pahala. Maka kita pun bersemangat mengisi hari - hari kita untuk beramal sejak sahur hingga malut malam. Tadarus, dzikir, majelis ta’lim, tarawih dll. Meski capek dan lelah, namun semua dijalani dengan perasaan senang. Mengapa? Karena kita sedang panen. Pahalanya berlimpah ruah, berlipat ganda. Apalagi jika ketemu lailatul qadar. Ibaratnya, lembur semalam tapi gajinya cukup untuk kebutuhan selama 83 tahun. Siapa yang tidak mau?

Hari - hari seorang mukmin adalah hari - hari untuk beribadah, thalabul ilmi, bertaubat, taqarrub ilallah. Usia yang panjang itu modal untuk menjadi manusia terbaik. Sebagaimana sabda nabi “Khairun naas, man thala ’umruhu wa hasuna ’amaluhu”. Maka, mari kita bergembira dengan modal dan kesempatan beramal yang diberikan Allah melalui bulan ramadhan.

Khatimah
Sambutlah bulan ramadhan dengan gembira, sukacita dan ceria. Siapapun kita, apapun profesi kita. Jika kita memang harus “lelah”, pastikan itu karena “lillah”. Maka segala beban dan derita tidak lagi dirasa. Bukankah kata imam syafi’i, kenikmatan hidup itu ada dalam kelelahan?

0 Response to "Bahagia Menyambut Ramadhan"

Posting Komentar