Bersiap Menjadi Mujahid : Jelang Ramadhan 1437 H


Sesuatu yang besar, kadang memiliki banyak makna sebagai penanda kebesarannya. Ambil contoh, hari kiamat kadang dinamai al waqi’ah, al qari’ah, as sa’ah dll. Demikian pula dengan bulan Ramadhan, kadang disebut sebagai syahrush shiyam, syahrul qur’an dll. Diantara makna yang sering disematkan kepada bulan Ramadhan adalah syahrul jihad. Bagaimana kita memaknai Ramadhan sebagai syahrul jihad?

Pertama, Risalah Jihad Akbar

Pada tahun kedua hijriyah, ada beberapa perkara yang meneguhkan jati diri umat islam. Diantaranya adalah pengalihan kiblat, diwajibkannya puasa dan zakat serta tersambungnya risalah jihad akbar. Kata jihad adalah kata yang khas islam, tidak diketemukan pada syair - syair arab masa lalu. Karenanya, tidak tepat menganalisa kata jihad kecuali dengan sudut pandang islam.

Kata jihad juga sudah turun pada fase makkiyah, namun jihad secara defensif. Pada fase itu, seruan dari nabi adalah untuk bersabar dan membela diri seperlunya, bukan seruan untuk mengangkat senjata. Sedangkan risalah jihad akbar yang dimaksud adalah jihad dalam arti offensif yakni qital.

Pada masa terdahulu, para nabi dan umatnya berperang untuk menegakkan kalimat tauhid dan keadilan. Setelah peristiwa Thalut melawan Jalut, risalah jihad akbar terputus. Karena itu, kita tidak mendapatkan peristiwa perang saat mengkaji kisahnya nabi zakariya, nabi isa dll. Pada era nabi Muhammad saw, risalah jihad akbar kembali tersambung. Yakni pada peristiwa perang Badar.

Kali ini, risalah jihad akbar tersambung terus hingga kiamat. Diawali perang badar, perang uhud dll hingga pada akhirnya perang antara umat islam dengan bangsa yahudi jelang kiamat. Karena Allah telah memilih umat Islam sebagai umat yang mewarisi risalah jihad akbar. Dan semua tahu, tersambungnya risalah jihad akbar adalah di bulan ramadhan.

Kedua, Bulan Kemenangan

Perang itu menguras energi, semestinya dilakukan dalam kondisi bugar. Tapi anehnya, banyak kemenangan gemilang diberikan pada saat ramadhan. Yakni saat umat Islam kondisi fisiknya tengah turun karena sedang berpuasa. Diantaranya adalah perang badar, fathu makkah, perang ain jalut, yom kippur dll. Dan jangan lupa, proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 juga terjadi dibulan ramadhan.

Fenomena berperang dalam kondisi fisik yang turun secara gamblang juga digambarkan dalam kisah Thalut. Setelah berjalan sekian lama, mereka melewati sungai. Dalam kondisi lelah dan haus, ternyata Thalut melarang pasukannya untuk meminum air kecuali seteguk sekedar membasahi kerongkongan. Padahal yang akan dihadapi adalah Jalut dan pasukannya yang terkenal kuat.

Rahasianya adalah proses demi proses untuk menyaring pasukan yang terbaik. Dalam timbangan agama, proses penyaringan juga melibatkan sisi ruhiah dan bukan hanya jasadiyah. Karena hanya pasukan Rabbani saja yang layak diberi kemenangan hakiki. Rupanya, Muhammad Al Fatih tahu benar dengan hal ini. Karena itu, sebelum menaklukkan Konstantinopel beliau melakukan penyaringan tentang siapa yang akan menjadi komandan. Bukan dengan standar fisik, tapi dengan standar ruhiah.

Kemenangan hakiki itu milik Allah semata, diberikan pada hamba-Nya yang layak menerimanya. Bulan ramadhan adalah wasilah bagi kita untuk memantaskan diri agar layak diberi kemenangan hakiki oleh Allah ta’ala. Karena saat kita pantas diberi kemenangan, Allah akan mengirimkan pasukan dari langit untuk membantu perjuangan sekaligus menggentarkan musuh.

Ketiga, Menundukkan Nafsu

Siapakah yang layak disebut mujahid itu? Rasulullah bersabda “Al mujahidu man jahada nafsuhu fi tho’atillah”. Mereka inilah yang layak disebut mujahid, karena menundukkan nafsu yang ada dalam diri memang jauh lebih sulit ketimbang menaklukkan musuh yang ada diluar. Benar sekali kata Bung Karno “Perjuanganku lebih ringan karena melawan musuh dari luar. Tapi perjuanganmu lebih berat karena akan melawan bangsamu sendiri”.

Dibulan ramadhan, kita ibarat dengan berlatih menjadi mujahid. Karena musuh yang senantiasa menggoda kita tengah dibelenggu. Rasulullah menjelaskan “Idza jaa-a ramadhaan, futtihat abwaabal jannah, wa ghulliqat abwaaban naar, wa shuffidatis syayaatiin”. Karena dibelenggu, maka gerakannya terbatas, tidak leluasa memainkan jurus dan serangan.

Seorang petinju yang akan naik ring, dia biasanya akan melakukan latih tanding. Lawan yang dijadikan sparring partner kadang lebih rendah agar timbul rasa percaya diri, kadang sebanding agar bisa mengimbangi, kadang lebih kuat untuk memotivasi. Dibulan ramadhan, kita tengah berlatih perang dengan lawan yang tangan dan kakinya sedang dibelenggu.

Melawan musuh yang tengah dibelenggu, semestinya mudah bagi kita untuk meraih kemenangan. Jika masih tetap kalah, kemungkinannya ada dua, bisa karena lawan yang terlalu kuat sehingga dibelenggu saja masih bisa menang. Atau bisa kita yang terlalu lemah, sehingga masih saja kalah meski lawan sudah dilemahkan dan dibatasi gerakannya. Jika dibulan ramadhan kita masih kalah melawan bujuk rayu setan, entah bagaimana kondisinya setelah belenggu itu dilepaskan.

Khatimah

Persiapan adalah salah satu bentuk keseriusan dan kesungguhan kita menghadapi sesuatu. Serius mau shalat jama’ah, maka 10 menit sebelum adzan kita sudah bersiap - siap. Serius menghadapi bulan ramadhan, maka sejak bulan rajab kita sudah berdoa dan berikrar. Demikian pula saat ingin menjadi mujahid, maka persiapan dan latihan menjadi ukuran shahih untuk menilai tekad yang kita canangkan.

Ramadhan sudah didepan mata. Saatnya tiba bagi para mujahid muda untuk maju ke hadapan. Bismillah, ayo kita melangkah...

0 Response to "Bersiap Menjadi Mujahid : Jelang Ramadhan 1437 H"

Posting Komentar