Sebuah Catatan Hari Pers Nasional

Hasil gambar untuk pers

Beberapa ribu dan laksa pedang yang sudah terhunus, maka dengan segores qalam [pena] jadi tersarung. —Raja Ali Haji dalam Bustanul Katibin.

Entah sebab apa Tuan Raja Ali Haji menuliskan kalimat  diatas, lebih dari seabad lalu. Tapi kalimat itu sangat bermakna. Berkarakter. Berenergi bak ksatria baru pulang memenangkan sebuah pertempuran.

Betapa tidak. Dengan segores kalam, sebuah kebenaran bisa diungkap. Sebuah peperangan bisa dihentikan dan sebuah kebaikan bisa disebarkan. Sebab, mengungkap fakta dan kebenaran adalah sebuah keharusan dan tugas dari seorang Jurnalis. Dalam keadaan bagaimanapun fakta dan kebenaran harus dapat diungkap tanpa ada campur tangan dari pihak lain walaupun todongan senjata tepat dikepalanya. Jika tidak , pun sebaliknya, dengan segores kalam, sebuah kebencian bisa pula dikobarkan.

Wartawan Wartawan Pahlawan

Simaklah salah satu kisah heroik tentang wartawan yang pernah diangkat ke layar lebar berjudul 5 Days of War. Film ini didasarkan pada kisah nyata seorang wartawan Amerika yang tertangkap dalam perang kilat antara Rusia dan Georgia yang pecah pada bulan Agustus 2008 lalu. Film ini memperlihatkan bagaimana tantangan seorang jurnalis dalam mempertahankan nilai nilai kebenaran yang harus disampaikannya, ditengah konflik yang tengah berkecamuk.

Di Indonesia, sebuah  deklarasi pengukuhan  untuk wartawan Harian Bernas Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin sebagai Pahlawan Pers Nasional karena beliau dibunuh  pada tanggal 16 Agustus 1996, setelah sebelumnya dipukul oleh orang tak dikenal pada tanggal 13 Agustus 1996 di rumahnya Jalan Parangtritis Km 13 Bantul disebabkan kekritisannya yang banyak menuliskan tentang potongan dana Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Kita juga pernah memiliki seorang wartawan “mulitidimensional dan kontroversial”. Multidimesional karna banyaknya keahlian yang ia miliki, sedangkan kontroversial karna prinsip dan integritas yang teguh yang digenggamnya. Dialah Mukhtar Lubis. Meringkuk dijeruji besi selama sembilan tahun, dua orde sekaligus: Ordelama dan Ordebaru. Dalam salah satubukunya, ia menulis Di mana ada ujung jalan perjoangan dan perburuan manusia mencari bahagia? Dalam hidup manusia selalu setiap waktu ada musuh dan rintangan-rintangan yang harus dilawan dan dikalahkan. Habis satu muncul yang lain, demikian seterusnya. Sekali kita memilih jalan perjoangan, maka itu jalan tidak ada ujungnya. Dan kita, engkau, aku, semuanya telah memilih jalan perjoangan. (Mochtar Lubis, "Jalan Tak Ada Ujung", Pustaka Jaya, 1971, halaman 46).


Dan iapun sampai diujung jalannya. Jumat, 2 Juli 2004, pukul 19.15 wib, Mochtar Lubis wafat.

0 Response to "Sebuah Catatan Hari Pers Nasional"

Posting Komentar