"gadis itu bertanya dengan sendu
:" Umar, dulu kamu pernah sangat mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu
sekarang? Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, Cinta itu masih tetap
ada, bahkan kini rasanya jauh lebih dalam!"
CINTA
di ATAS CINTA
Oleh:
M Anis Matta
Perempuan
oh perempuan! Pengalaman bathin para pahlawan dengan mereka ternyata jauh lebih
rumit dari yang kita bayangkan. Apa yang terjadi, misalnya jika kenangan cinta
hadir kembali di jalan pertaubatan seorang pahlawan? Keagungan! Itulah,
misalnya, pengalaman bathin Umar bin Abdul Aziz.
Sebenarnya
Umar seorang ulama, bahkan seorang mujtahid. Tapi ia dibesarkan di lingkungan
istana Bani Umayyah, hidup dengan gaya hidup mereka, bukan gaya hidup seorang
ulama. Ia bahkan menjadi trendsetter di lingkungan keluarga kerajaan. Shalat
jamaah kadang ditunda karena ia masih sedang menyisir rambutnya.
Tapi,
begitu ia menjadi khalifah, tiba-tiba kesadaran spiritualnya justru tumbuh
mendadak pada detik inagurasi nya. Iapun bertaubat. Sejak itu ia bertekad untuk
berubah dan merubah dinasti Bani Umayyah. Aku takut pada neraka katanya
menjelaskan rahasia perubahan itu kepada seorang ulama terbesar zamannya,
pionir kodifikasi hadits, yang duduk di sampingnya, Al Zuhri.
Ia
memulai perubahan besar itu dari dalam dirinya sendiri, istri, anak-anaknya,
keluarga kerajaan, hingga seluruh rakyatnya. Kerja keras ini membuahkan hasil,
walaupun hanya memerintah dalam 2 tahun 5 bulan, tapi ia berhasil menggelar
keadilan, kemakmuran dan kejayaan serta nuansa kehidupan zaman Khulafa
Rasyidin.
Maka
iapun digelari Khalifah Rasyidin kelima. Tapi itu ada harganya. Fisiknya segera
anjlok. Saat itulah istrinya datang membawa kejutan besar, menghadiahkan
seorang gadis kepada suaminya untuk dinikahinya (lagi). Ironis, karena Umar
sudah lama mencintai dan sangat menginginkan gadis itu, juga sebaliknya. Tapi
istrinya, Fatimah, tidak pernah mengizinkannya, atas nama cinta dan cemburu.
Sekarang
justru sang istrilah yang membawanya sebagai hadiah. Fatimah hanya ingin
memberikan dukungan moril kepada suaminya. Itu saat terindah dalam hidup Umar,
sekaligus saat paling mengharu- biru. Kenangan romantika sebelum saat perubahan
bangkit kembali, dan menyalakan api cinta yang dulu pernah membakar segenap
jiwanya.
Tapi
saat cinta ini hadir di jalan pertaubatannya, ketika cita-cita perubahannya
belum selesai. Cinta dan cita bertemu atau bertarung, di sini, di pelataran
hati Sang Khalifah, Sang Pembaru. Apa yang salah kalau Umar menikahi gadis itu?
Tidak ada! Tapi, Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah
diri saya kalau saya masih harus kembali ke dunia perasaan semacam ini, Kata
Umar.
Cinta
yang terbelah dan tersublimasi diantara kesadaran psiko-spiritual, berujung
dengan keagungan, Umar memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di
atas cinta!
Akhirnya
ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta yang mati di sini.
Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya dengan sendu, Umar,
dulu kamu pernah sangat mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang? Umar
bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, Cinta itu masih tetap ada, bahkan
kini rasanya jauh lebih dalam!
0 Response to "CINTA di ATAS CINTA"
Posting Komentar